MENGGAGAS PENCATATAN PERKAWINAN SEBAGAI SYARAT SAH MUTLAK PERKAWINAN
(Analisis Pendekatan Ushul al-Fiqih Aplikatif)
Oleh : Al Fitri, S.Ag., S.H., M.H.I.
(Wakil Ketua PA Tulang Bawang Tengah)
Abstrak
Pencatatan perkawinan merupakan salahsatukajian yang menarik sebagaimana Pasal 2 Ayat(2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Diundangkan tanggal 2 Januari 1974, efektif berlaku tanggal 1 April 1975 sejak dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Sampai saat ini ketentuan tersebut masih menyisakan polemik, karena masih banyak melangsungkan perkawinan, namun tidak mencatatkannya pada Pegawai Pencatat Nikah (PPN) Kantor Urusan Agama. Terdapat pertentangan bahkan dikotomi terhadap keabsahan pencatatan perkawinan sehingga muncul dua kelompok ahli hukum dalam menafsirkan pencatatan nikah.Ada yang menafsirkan peraturan tersebut bersifat kumulatif, sebab pernikahan yang dilakukan menurut agama saja belum sah jika tidak mencatatkannya. Sementara pendapat lain bahwa peraturan tersebut hanya bersifat alternatif, artinya pernikahan yang dilaksanakan secara fiqih meskipun tidak dicatatkan tetap dianggap sah. Perkawinan yang dicatat atau tidak akan membawa danpak terhadap pasangan suami-isteri dan anak. Olehsebabitu,perludikajiurgensipencatatanperkawinanmenurutperspektifushulal fiqih aplikatif.Hasilkajian makalahdisimpulkanpencatatanperkawinanjikaditinjaudari qiyâs, ijmâ’, istihsân, sâdd al-dzâri’ah, dan maslahâh mursalâh adalah wajib, dan seyogianya masuk dalam syarat sah perkawinan.
Katakunci:pencatatanperkawinan,ushulal fiqih aplikatif, syarat mutlak sahnya perkawinan.