IMPLEMENTASI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 4 TAHUN 2019 GUNA MEWUJUDKAN ASAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN
Oleh: Fauziah Burhan, S.H.I.[1]
A. Pendahuluan
William Eward Gladstone seorang politisi Inggris mengungkapkan bahwa keadilan yang tertunda adalah ketidakadilan (Justice delayed is justice denied). Adagium ini menegaskan pentingnya sebuah proses untuk mencapai keadilan yang tidak memakan waktu panjang. Proses lama lagi berlarut-larut dalam berperkara yang dirasakan pencari keadilan di Pengadilan akan berarti sebuah ketidakadilan.[2]
Penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan dapat ditempuh dengan beberapa mekanisme penyelesaian yakni gugatan biasa dan gugatan sederhana (small claim court).
Small Claims Court telah lamaberkembang pada banyak negara di dunia, baik di negara dengan sistem hukum common law maupun civil law. Small Claims Court tidak hanya tumbuh dan berkembang di negara-negara maju seperti misalnya Amerika, Kanada, Inggris, Jerman, Belanda, tetapi juga di negara-negara berkembang baik di benua Amerika Latin, Afrika juga Asia seperti Singapura dan Malaysia.[3]
[1] Hakim Pengadilan Agama Soe
[2] Sri Gilang Muhammad, Muh. Ridha Haki, S.H., Muhamad Zaky Albana, S.Sos, Evaluasi PERMA Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (Jakarta: Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, 2018) hal 29.
[3] Sejarah / Latar Belakang Pembentukan PERMA Nomor 2 Tahun 2015 dan Tahun 2019, disampaikan oleh Made Rawa Aryawan, secara online pada pelatihan teknis fungsional Gugatan Sederhana bagi Hakim Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama tanggal 26 Oktober 2020
Selengkapnya KLIK DISINI